Tuesday, March 31, 2009

Akibat Abortus Provokatus Kriminalis

Komplikasi medis yang dapat timbul pada ibu

Dalam melakukan dilatasi dan kerokan harus diingat bahwa selalu ada kemungkinan terjadinya perforasi dinding uterus, yang dapat menjurus ke rongga peritoneum, ke ligamentum latum, atau ke kandung kencing. Oleh sebab itu, letak uterus harus ditetapkan lebih dahulu dengan seksama pada awal tindakan, dan pada dilatasi serviks tidak boleh digunakan tekanan berlebihan. Kerokan kuret dimasukkan dengan hati-hati, akan tetapi penarikan kuret ke luar dapat dilakukan dengan tekanan yang lebih besar. Bahaya perforasi ialah perdarahan dan peritonitis. Apabila terjadi perforasi atau diduga terjadi peristiwa itu, penderita harus diawasi dengan seksama dengan mengamati keadaan umum, nadi, tekanan darah, kenaikan suhu, turunnya hemoglobin, dan keadaan perut bawah. Jika keadaan meragukan atau ada tanda-tanda bahaya, sebaiknya dilakukan laparatomi percobaan dengan segera.

Apabila jaringan serviks keras dan dilatasi dipaksakan maka dapat timbul sobekan pada serviks uteri yang perlu dijahit. Apabila terjadi luka pada ostium uteri internum, maka akibat yang segera timbul ialah perdarahan yang memerlukan pemasangan tampon pada serviks dan vagina. Akibat jangka panjang ialah kemungkinan timbulnya incompetent cerviks.

Melakukan kerokan secara sempurna memerlukan pengalaman. Sisa-sisa hasil konsepsi harus dikeluarkan, tetapi jaringan miometrium jangan sampai terkerok, karena hal itu dapat mengakibatkan terjadinya perlekatan dinding kavum uteri di beberapa tempat. Sebaiknya kerokan dihentikan pada suatu tempat apabila pada suatu tempat tersebut dirasakan bahwa jaringan tidak begitu lembut lagi.

Kerokan pada kehamilan yang sudah agak tua atau pada mola hidatidosa terdapat bahaya perdarahan. Oleh sebab itu, jika perlu hendaknya dilakukan transfusi darah dan sesudah itu, dimasukkan tampon kasa ke dalam uterus dan vagina.

Apabila syarat asepsis dan antisepsis tidak diindahkan, maka bahaya infeksi sangat besar. Infeksi kandungan yang terjadi dapat menyebar ke seluruh peredaran darah, sehingga menyebabkan kematian. Bahaya lain yang ditimbulkan abortus kriminalis antara lain infeksi pada saluran telur. Akibatnya, sangat mungkin tidak bisa terjadi kehamilan lagi.

Komplikasi yang dapat timbul dengan segera pada pemberian NaCl hipertonik

yaitu: apabila larutan garam masuk ke dalam rongga peritoneum atau ke dalam pembuluh darah dan menimbulkan gejala-gejala konvulsi, penghentian kerja jantung, penghentian pernapasan, atau hipofibrinogenemia. Sedangkan komplikasi yang dapat ditimbulkan pada pemberian prostaglandin antara lain panas, rasa enek, muntah, dan diare.
Komplikasi yang Dapat Timbul Pada Janin:

Sesuai dengan tujuan dari abortus itu sendiri yaitu ingin mengakhiri kehamilan, maka nasib janin pada kasus abortus provokatus kriminalis sebagian besar meninggal. Kalaupun bisa hidup, itu berarti tindakan abortus gagal dilakukan dan janin kemungkinan besar mengalami cacat fisik.

Secara garis besar tindakan abortus sangat berbahaya bagi ibu dan juga janin yaitu bisa menyebabkan kematian pada keduanya.

Cara – cara Abortus Provokatus Kriminalis Kekerasan Mekanik :
1. Umum

a. Latihan olahraga berlebihan

b. Naik kuda berlebihan

c. Mendaki gunung, berenang, naik turun tangga

d. Tekanan / trauma pada abdomen

Wanita cemas akan kehilangan kehamilannya karena olah raga yang berlebih dan mungkin kekerasan yang berpengaruh terhadap janinnya. Aktivitas hiruk pikuk, mengendarai kuda biasanya tidak efektif dan beberapa wanita mencari kekerasan dari suaminya. Meninju dan menendang perut sudah umum dan kematian akibat ruptur organ dalam seperti hati, limpa atau pencernaan, telah banyak dilaporkan. Ironisnya, uterus biasanya masih dalam kondisi baik.

2. Lokal

a. Memasukkan alat-alat yang dapat menusuk kedalam vagina : pensil, paku, jeruji sepeda

b. Alat merenda, kateter atau alat penyemprot untuk menusuk atau menyemprotkan cairan kedalam uterus untuk melepas kantung amnion

c. Alat untuk memasang IUD

d. Alat yang dapat dilalui arus listrik

e. Aspirasi jarum suntik

Metode hisapan sering digunakan pada aborsi yang merupakan cara yang ilegal secara medis walaupun dilakukan oleh tenaga medis. Tabung suntik yang besar dilekatkan pada ujung kateter yang dapat dilakukan penghisapan yang berakibat ruptur dari chorionic sac dan mengakibatkan abortus. Cara ini aman asalkan metode aseptic dijalankan, jika penghisapan tidak lengkap dan masih ada sisa dari hasil konsepsi maka dapat mengakibatkan infeksi.

Tujuan dari merobek kantong kehamilan adalah jika kantong kehamilan sudah rusak maka secara otomatis janin akan dikeluarkan oleh kontraksi uterus. Ini juga dapat mengakibatkan dilatasi saluran cerviks, yang dapat mengakhiri kehamilan.
Semua alat dapat digunakan dari pembuka operasi sampai jari-jari dari ban sepeda. Paramedis yang melakukan abortus suka menggunakan kateter yang kaku. Jika digunakan oleh dokter maupun suster, yang melakukan mempunyai pengetahuan anatomi dan menggunakan alat yang steril maka resikonya semakin kecil.
Akan tetapi orang awam tidak mengetahui hubungan antara uterus dan vagina. Alat sering digunakan dengan cara didorong ke belakang yang orang awam percayai bahwa keadaan cerviks di depan vagina.
Permukaan dari vagina dapat menjadi rusak dan alat mungkin masuk ke usus bahkan hepar. Penetrasi dari bawah atau tengah vagina dapat juga terjadi perforasi. Jika cerviks dimasuki oleh alat, maka cerviks dapat ruptur dan alat mungkin masuk lewat samping. Permukaan luar dapat cedera dengan pengulangan, usaha yang ceroboh yang berusaha mengeluarkan benda yang terlalu tebal ke saluran yang tidak membuka. Jika sukses melewati saluran dari uterus, mungkin langsung didorong ke fundus, yang akan merusak peritoneal cavity. Bahaya dari penggunaan alat adalah pendarahan dan infeksi. Perforasi dari dinding vagina atau uterus dapat menyebabkan pendarahan, yang mungkin diakibatkan dari luar atau dalam. Sepsis dapat terjadi akibat penggunaan alat yang tidak steril atau kuman berasal dari vagina dan kulit. Bahaya yang lebih ringan(termasuk penggunaan jarum suntik) adalah cervical shock. Ini dapat membuat dilatasi cerviks, dalam keadaaan pasien yang tidak dibius, alat mungkin menyebabkan vagal refleks, yang melalui sistem saraf parasimpatis, yang dapat mengakibatkan cardiac arrest. Ini merupakan mekanisme yang berpotensi menimbulkan ketakutan yang dapat terjadi pada orang yang melakukan abortus kriminalis. Kekerasan Kimiawi / Obat-obatan atau Bahan-bahan yang Bekerja Pada Uterus Berbagai macam zat yang digunakan baik secara lokal maupun melalui mulut telah banyak digunakan untuk menggugurkan kandungan. Beberapa zat mempunyai efek yang baik sedangkan beberapa lainnya berbahaya. Zat yang digunakan secara lokal contohnya fenol dan lysol, merkuri klorida, potassium permagnat, arsenik, formaldehid, dan asam oxalat. Semua mempunyai bahaya sendiri, baik dari korosi lokal maupun efek sistemik jika diserap. Pseudomembran yang nekrotik mungkin berasal dari vagina dan kerusakan cerviks mungkin terjadi. Potasium permangat adalah zat yang muncul selama perang yang terakhir dan berlangsung beberapa tahun, 650 kasus dilaporkan hingga tahun 1959, yang parah hanya beberapa. Ini dapat menyebabkan nekrosis pada vagina jika diserap yang dapat mempunyai efek sistemik yang fatal termasuk kerusakan ginjal. Permanganat dapat menyebabkan pendarahan vagina dari nekrosis, yang mana dapat membahayakan janin

Jenis obat-obatan yang dipakai untuk menginduksi abortus antara lain. : a. Emmenagogum : obat untuk melancarkan haid Cara kerja : Indirect Congesti + engorgement mucosa ? Bleeding ? Kontraksi Uterus ? Foetus dikeluarkan

Direct : Bekerja langsung pada uterus/saraf motorik uterus.

Misal : Aloe, Cantharides (racun irritant), Caulopylin, Borax, Apiol, Potassium permanganate, Santonin, Senega, Mangan dioksida, dll.

b. Purgativa/Emetica :obat-obatan yang menimbulkan kontraksi GI tract

Misal :

Colocynth : Aloe

Castor oil : Magnesim sulfate, Sodium sulfate.

c. Ecbolica : menimbulkan kontraksi uterus secara langsung. Misal : Apiol, Ergot, Ergometrine, Extract secale, Extract pituatary, Pituitrine, Exytocin.

Kontraksi uterus yang kuat dan lama

d. Garam dari logam : biasanya sebelum mengganggu kehamilannya sudah membahayakan keselamatan ibu. Dengan tujuan menimbulkan tonik kontraksi pada uterus. Misal : Arsenicum, HgCl, Potassium bichromate, Ferro sulfate, ferri chlorida
Diagnosis kehamilan ditegakkan atas dasar adanya tanda kehamilan.
Tanda kehamilan dibagi menjadi 2 yakni :
1. Tanda pasti
2. Tanda tidak pasti i. Tanda mungkin (probable signs) ii. Tanda dugaan (presumptive signs)
Tanda Pasti Tanda pasti kehamilan antara lain :
1. Pada inspeksi didapatkan gerakan janin pada minggu ke 16-18.
2. Pada palpasi didapatkan gerakan janin dan teraba bagian-bagian janin pada minggu ke 20.
3. Pada auskultasi didapatkan detak jantung janin pada miggu ke 18-20.
4. Pada pemeriksaan Rontgen didapatkan kerangka fetus pada minggu ke 16.
5. Pada pemeriksaan USG didapatkan gestasional sac pada minggu ke 4.
Tanda mungkin (probable signs) Tanda mungkin kehamilan antara lain :

1. Pembesaran perut dan uterus.
2. Perlunakan serviks dan serviks-uterus (Tanda Piscaseck)
3. Kontraksi uterus (Braxton Hicks)
4. Ballotment (palpasi kepala janin)
5. Tes hormon ß-HCG urine, kadar ß-HCG urine maksimal pada minggu 5-18.
Tanda dugaan (Presumptive signs) Tanda dugaan kehamilan antara lain :

1. Amenore
2. Nausea-Vomiting
3. Malaise
4. Polakisuria
5. Hiperpigmentasi kulit
6. Striae gravidarum
7. Kebiruan pada serviks dan vagina (Tanda Chadwick)
8. Payudara : hipertrofi mammae, hiperpigmentasi areola, hipertrofi kelenjar Montgomery, kolostrum (mingggu ke 12).

Tinggi fundus uteri sesuai usia kehamilan Uterus pada wanita tidak hamil kira-kira sebesar telur ayam. Pada palpasi tidak dapat diraba. Pada kehanilan uterus tumbuh secara teratur, kecuali jika ada gangguan pada kehamilan tersebut. Perkiraan tinggi fundus uteri sesuai usia kehamilan :

1. Kehamilan usia 12 minggu : tepat di atas simfisis (syarat pemeriksaan vesica urinaria dikosongkan dahulu).
2. Kehamilan usia 16 minggu : setengah jarak simfisis ke pusat.
3. Kehamilan usia 20 minggu : tepi bawah pusat.
4. Kehamilan usia 24 minggu : tepi atas pusat.
5. Kehamilan usia 28 minggu : sepertiga jarak pusat ke processus xyphoideus atau 3 jari di atas pusat.
6. Kehamilan usia 32 minggu : setengah jarak pusat ke processus xyphoideus.
7. Kehamilan usia 36 minggu : pada 1 jari bawah processus xyphoideus

Readmore »»

Jenis abortus menurut terjadinya

Abortus spontanea (abortus yang berlangsung tanpa tindakan)
yaitu :

* Abortus imminens : Peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.
* Abortus insipiens : Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.
* Abortus inkompletus : Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
* Abortus kompletus : Semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan.


Abortus provokatus (abortus yang sengaja dibuat)
yaitu :

Menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibu. Pada umumnya dianggap bayi belum dapat hidup diluar kandungan apabila kehamilan belum mencapai umur 28 minggu, atau berat badanbayi belum 1000 gram, walaupun terdapat kasus bahwa bayi dibawah 1000 gram dapat terus hidup.


Macam abortus provokatus

* Abortus Provokatus Medisinalis/Artificialis/Therapeuticus

Di Indonesia yang dimaksud dengan indikasi medik adalah demi menyelamatkan nyawa ibu. Syarat-syaratnya:

1. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukannya (yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan) sesuai dengan tanggung jawab profesi.
2. Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis lain, agama, hukum, psikologi).
3. Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya atau keluarga terdekat.
4. Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga/peralatan yang memadai, yang ditunjuk oleh pemerintah.
5. Prosedur tidak dirahasiakan.
6. Dokumen medik harus lengkap.


* Abortus Provokatus Kriminalis

Aborsi yang sengaja dilakukan tanpa adanya indikasi medik (ilegal). Biasanya pengguguran dilakukan dengan menggunakan alat-alat atau obat-obat tertentu.



Penyebab Abortus

Maternal

Penyebab dari segi Maternal

Penyebab secara umum:

* Infeksi akut

1. virus, misalnya cacar, rubella, hepatitis.
2. Infeksi bakteri, misalnya streptokokus.
3. Parasit, misalnya malaria.

* Infeksi kronis

1. Sifilis, biasanya menyebabkan abortus pada trimester kedua.
2. Tuberkulosis paru aktif.
3. Keracunan, misalnya keracunan tembaga, timah, air raksa, dll.
4. Penyakit kronis, misalnya :
1. hipertensi
2. nephritis
3. diabetes
4. anemia berat
5. penyakit jantung
6. toxemia gravidarum
5. Gangguan fisiologis, misalnya Syok, ketakutan, dll.
6. Trauma fisik.


* Penyebab yang bersifat lokal:

1. Fibroid, inkompetensia serviks.
2. Radang pelvis kronis, endometrtis.
3. Retroversi kronis.
4. Hubungan seksual yang berlebihan sewaktu hamil, sehingga menyebabkan hiperemia dan abortus.


Penyebab dari segi Janin


* Kematian janin akibat kelainan bawaan.
* Mola hidatidosa.
* Penyakit plasenta dan desidua, misalnya inflamasi dan degenerasi.


Alasan untuk melakukan tindakan Abortus Provokatus


Abortus Provokatus Medisinalis

* Abortus yang mengancam (threatened abortion) disertai dengan perdarahan yang terus menerus, atau jika janin telah meninggal (missed abortion).
* Mola Hidatidosa atau hidramnion akut.
* Infeksi uterus akibat tindakan abortus kriminalis.
* Penyakit keganasan pada saluran jalan lahir, misalnya kanker serviks atau jika dengan adanya kehamilan akan menghalangi pengobatan untuk penyakit keganasan lainnya pada tubuh seperti kanker payudara.
* Prolaps uterus gravid yang tidak bisa diatasi.
* Telah berulang kali mengalami operasi caesar.
* Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang mengandung, misalnya penyakit jantung organik dengan kegagalan jantung, hipertensi, nephritis, tuberkulosis paru aktif, toksemia gravidarum yang berat.
* Penyakit-penyakit metabolik, misalnya diabetes yang tidak terkontrol yang disertai komplikasi vaskuler, hipertiroid, dan lain-lain.
* Epilepsi, sklerosis yang luas dan berat.
* Hiperemesis gravidarum yang berat, dan chorea gravidarum.
* Gangguan jiwa, disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Pada kasus seperti ini, sebelum melakukan tindakan abortus harus dikonsultasikan dengan psikiater.

Abortus provokatus kriminalis sering terjadi pada kehamilan yang tidak dikehendaki. Ada beberapa alasan wanita tidak menginginkan kehamilannya:

* Alasan kesehatan, di mana ibu tidak cukup sehat untuk hamil.
* Alasan psikososial, di mana ibu sendiri sudah enggan/tidak mau untuk punya anak lagi.
* Kehamilan di luar nikah.
* Masalah ekonomi, menambah anak berarti akan menambah beban ekonomi keluarga.
* Masalah sosial, misalnya khawatir adanya penyakit turunan, janin cacat.
* Kehamilan yang terjadi akibat perkosaan atau akibat incest (hubungan antar keluarga).
* Selain itu tidak bisa dilupakan juga bahwa kegagalan kontrasepsi juga termasuk tindakan kehamilan yang tidak diinginkan.


Pelaku Abortus Provokatus Kriminalis

Pelaku Abortus Provokatus Kriminalis biasanya adalah:

* Wanita bersangkutan.
* Dokter atau tenaga medis lain (demi keuntungan atau demi rasa simpati).
* Orang lain yang bukan tenaga medis (misalnya dukun.

Readmore »»

Tuesday, March 10, 2009

CUCI TANGAN

Cuci tangan harus dilakukan :
- Segera setelah tiba di tempat kerja.
- Sebelum dan sesudah kontak fisik langsungg dengan ibu dan bayi baru lahir.
- Sebelum memakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi (DTT) atau steril.
- Setelah melepaskan sarung tangan (sarung tangan yang berlubang atau robek
dapat berkontaminasi dengan tangan).
- Setelah menyentuh benda yang mungkin terkkontaminasi oleh darah atau cairan
tubuh lainnya atau setelah menyentuh selaput lendir (mukosa), misalnya mata,
hidung, mulut, dan vagina meskipun saat itu sedang menggunakan sarung
tangan.
- Setelah ke kamar mandi.
- Sebelum pulang kerja.

Untuk mencuci tangan :
- Lepaskan perhiasan di tangan dan pergelanngan tangan.
- Basahi tangan dengan air bersih yang menggalir.
- Gosok kedua tangan dengan kuat, gunakan ssabun biasa atau sabun cair yang
mengandung anti mikroba selama 15-30 detik (pastikan menggosok sela-sela
jari). Tangan yang terlihat kotor harus dicuci lebih lama.
- Bilas tangan dengan air bersih yang mengaalir.
- Biarkan tangan kering dengan cara dianginn-anginkan atau keringkan dengan
kertas tisu atau handuk pribadi yang bersih dan kering.

Pedoman saat mencuci tangan mengingat mikroorganisme tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang lembab atau air yang tidak mengalir :
1. Bila menggunakan sabun padat (misalkan sabun batangan), gunakan dalam
potongan-potongan kecil dan tempatkan sabun dalam wadah yang berlubang-
lubang untuk mencegah air menggenangi sabun tersebut.
2. Jangan mencuci tangan dengan cara mencelupkan tangan ke dalam wadah berisi
air meskipun air tersebut sudah ditambahkan larutan antiseptik. Mikroorganisme
dapat bertahan hidup dan berkembang biak dalam larutan tersebut.
3. Bila tidak tersedia air mengalir :
- Gunakan ember tertutup dengan keran air yang bisa ditutup saat mencuci
tangan dan dibuka kembali saat membilas tangan.
- Gunakan botol yang sudah dilubangi agar air bisa mengalir.
- Minta orang lain menyiramkan air ke tangan, atau
- Gunakan pencuci tangan yang mengandung anti mikroba berbahan dasar
alkohol. Campurkan 100 ml 60-90 % alkohol dengan 2 ml gliserin. Gunakan
kurang lebih 2 ml dan gosok kedua tangan hingga kering, ulangi 3 kali.
4. Keringkan tangan dengan handuk bersih dan kering. Jangan menggunakan
handuk yang juga digunakan orang lain. Handuk basah / lembab merupakan
tempat yang baik buat mikroorganisme berkembang biak.
5. Bila tidak ada saluran air untuk membuang air yang sudah digunakan,
kumpulkan air di baskom lalu buang ke saluran limbah atau jamban di kamar
mandi.

Apabila persalinan dan kelahiran bayi terjadi di rumah maka pastikan bahwa teman dan anggota keluarga mencuci tangan mereka.


Sumber :

Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi (JNPK-KR). Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal. Jakarta : JNPK-KR, Maternal & Neonatal Care, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002

Readmore »»

A Pencegahan Infeksi

Tindakan-tindakan pencegahan infeksi dalam pelayanan asuhan kesehatan :
1. Meminimalkan infeksi yang disebabkan mikroorganisme (bakteri, virus, jamur).
2. Menurunkan resiko penularan penyakit yang mengancam jiwa (hepatitis dan
HIV/AIDS).

Penolong persalinan dapat terpapar hepatitis dan HIV di tempat kerjanya melalui :
1. Percikan darah atau cairan tubuh pada mata, hidung, mulut atau melalui
diskontinuitas permukaan kulit (luka atau lecet kecil).
2. Luka tusuk akibat jarum yang terkontaminasi atau peralatan tajam lainnya, baik
saat prosedur dilakukan atau saat memproses peralatan.

Defenisi tindakan-tindakan dalam pencegahan infeksi :
1. Asepsis atau teknik aseptik
Asepsis atau teknik aseptik adalah semua usaha yang dilakukan dalam
mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh yang mungkin akan
menyebabkan infeksi. Caranya adalah menghilangkan dan/atau menurunkan
jumlah mikroorganisme pada kulit, jaringan dan benda-benda mati hingga
tingkat aman.
2. Antisepsis
Antisepsis adalah usaha mencegah infeksi dengan cara membunuh atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit atau jaringan tubuh
lainnya.
3. Dekontaminasi
Dekontaminasi adalah tindakan yang dilakukan untuk memastikan bahwa
petugas kesehatan dapat menangani secara aman benda-benda (peralatan
medis, sarung tangan, meja pemeriksaan) yang terkontaminasi darah dan cairan
tubuh. Cara memastikannya adalah segera melakukan dekontaminasi terhadap
benda-benda tersebut setelah terpapar/terkontaminasi darah atau cairan tubuh.
4. Mencuci dan membilas
Mencuci dan membilas adalah tindakan-tindakan yang dilakukan untuk
menghilangkan semua darah, cairan tubuh atau benda asing (debu, kotoran)
dari kulit atau instrumen.
5. Disinfeksi
Disinfeksi adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan hampir semua
mikroorganisme penyebab penyakit pada benda-benda mati atau instrumen.
6. Disinfeksi tingkat tinggi (DTT)
Disinfeksi tingkat tinggi (DTT) adalah tindakan yang dilakukan untuk
menghilangkan semua mikroorganisme kecuali endospora bakteri, dengan cara
merebus atau cara kimiawi.
7. Sterilisasi
Sterilisasi adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua
mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit), termasuk endospora bakteri
pada benda-benda mati atau instrumen.

Prinsip-prinsip pencegahan infeksi yang efektif berdasarkan :
1. Setiap orang (ibu, bayi baru lahir, penolong persalinan) harus dianggap dapat
menularkan penyakit karena infeksi yang terjadi bersifat asimptomatik (tanpa
gejala).
2. Setiap orang harus dianggap beresiko terkena infeksi.
3. Permukaan tempat pemeriksaan, peralatan dan benda-benda lain yang akan dan
telah bersentuhan dengan kulit tak utuh, selaput mukosa, atau darah harus
dianggap terkontaminasi sehingga setelah selesai digunakan harus dilakukan
proses pencegahan infeksi secara benar.
4. Jika tidak diketahui apakah permukaan, peralatan atau benda lainnya telah
diproses dengan benar, harus dianggap telah terkontaminasi.
5. Resiko infeksi tidak bisa dihilangkan secara total tetapi dapat dikurangi hingga
sekecil mungkin dengan menerapkan tindakan-tindakan pencegahan infeksi
yang benar dan konsisten.

Tindakan-tindakan pencegahan infeksi meliputi :
1. Cuci tangan
2. Memakai sarung tangan
3. Memakai perlengkapan pelindung
4. Menggunakan asepsis atau teknik aseptik
5. Memproses alat bekas pakai
6. Menangani peralatan tajam dengan aman
7. Menjaga kebersihan dan kerapian lingkungan serta pembuangan sampah secara
benar.

Persalinan dan kelahiran bayi bisa terjadi di luar institusi, baik di rumah, klinik bersalin swasta, polindes, atau puskesmas. Jika proses ini berlangsung di rumah, hati-hati agar benda-benda yang terkontaminasi tidak menyentuh daerah yang telah dibersihkan dan disiapkan untuk suatu prosedur.


Sumber :

Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi (JNPK-KR). Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal. Jakarta : JNPK-KR, Maternal & Neonatal Care, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002

Readmore »»

MEMBUAT KEPUTUSAN KLINIK

Ada 5 dasar asuhan persalinan yang bersih dan aman, yaitu :
A. Membuat keputusan klinik
B. Asuhan sayang ibu dan sayang bayi
C. Pencegahan infeksi
D. Pencatatan (rekam medis)
E. Rujukan

A. Membuat Keputusan Klinik
____________________________

Membuat keputusan klinik adalah proses pemecahan masalah yang akan digunakan untuk merencanakan arahan bagi ibu dan bayi baru lahir.

Ada 4 langkah proses pengambilan keputusan klinik, yaitu :
1. Pengumpulan data
a. Data subjektif
b. Data objektif
2. Diagnosis
3. Penatalaksanaan asuhan atau perawatan
a. Membuat rencana
b. Melaksanakan rencana
4. Evaluasi

1. Pengumpulan Data
_____________________

Penolong persalinan mengumpulkan data subjektif dan data objektif dari klien. Data subjektif adalah informasi yang diceritakan ibu tentang apa yang dirasakan, apa yang sedang dialami dan apa yang telah dialami, termasuk informasi tambahan dari anggota keluarga tentang status ibu. Data objektif adalah informasi yang dikumpulkan berdasarkan pemeriksaan / pengantar terhadap ibu atau bayi baru lahir.

Cara mengumpulkan data, yaitu :
1. Berbicara dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang kondisi ibu dan
riwayat perjalanan penyakit.
2. Mengamati tingkah laku ibu apakah terlihat sehat atau sakit, nyaman atau
terganggu (kesakitan).
3. Melakukan pemeriksaan fisik.
4. Melakukan pemeriksaan tambahan lainnya bila perlu, misalnya pemeriksaan
laboratorium.

2. Diagnosis
____________

Membuat diagnosa secara tepat dan cepat setelah data dikumpulkan dan dianalisa. Pencarian dan pengumpulan data untuk diagnosis merupakan proses sirkuler (melingkar) yang berlangsung secara terus-menerus bukan proses linier (berada pada satu garis lurus).

Diagnosis terdiri atas diagnosis kerja dan diagnosis defenitif. Diagnosis kerja diuji dan dipertegas atau dikaji ulang berdasarkan pengamatan dan temuan yang diperoleh secara terus-menerus. Setelah dihasilkan diagnosis defenitif barulah bidan dapat merencanakan penataksanaan kasus secara tepat.

Untuk membuat diagnosa :
1. Pastikan bahwa data-data yang ada dapat mendukung diagnosa.
2. Mengantisipasi masalah atau penyulit yang mungkin terjadi setelah diagnosis
defenitif dibuat.
3. Memperhatikan kemungkinan sejumlah diagnosa banding atau diagnosa ganda.

3. Penatalaksanaan Asuhan atau Perawatan
________________________________________

Rencana penatalaksanaan asuhan dan perawatan disusun setelah data terkumpul dan diagnosis defenitif ditegakkan. Setelah membuat rencana asuhan, laksanakan rencana tersebut tepat waktu dan mengacu pada keselamatan klien.

Pilihan intervensi efektif dipengaruhi oleh :
1. Bukti-bukti klinik
2. Keinginan dan kepercayaan ibu
3. Tempat dan waktu asuhan
4. Perlengkapan, bahan dan obat-obatan yang tersedia
5. Biaya yang diperlukan
6. Tingkat keterampilan dan pengalaman penolong persalinan
7. Akses , transportasi, dan jarak ke tempat rujukan
8. Sistem dan sumber daya yang mendukung ibu (suami, anggota keluarga,
sahabat).

4. Evaluasi
___________

Penatalaksanaan yang telah dikerjakan harus dievaluasi untuk menilai tingkat efektivitasnya. Tentukan apakah perlu dikaji ulang atau diteruskan sesuai dengan kebutuhan saat itu atau kemajuan pengobatan.

Jadi proses pengumpulan data, membuat diagnosa, penatalaksanaan intervensi atau tindakan dan evaluasi merupakan proses sirkuler (melingkar) yang saling berhubungan.

Sumber :

Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi (JNPK-KR). Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal. Jakarta : JNPK-KR, Maternal & Neonatal Care, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002

Readmore »»

PENDAHULUAN

Komplikasi obstetri yang menyebabkan tingginya kasus kesakitan dan kematian ibu di banyak negara berkembang, yaitu :
1. Perdarahan pasca persalinan
2. Eklampsia
3. Sepsis
4. Keguguran
5. Hipotermia

Komplikasi obstetri yang menyebabkan tingginya kasus kesakitan dan kematian neonatus, yaitu :
1. Hipotermia
2. Asfiksia

Fokus asuhan kesehatan ibu selama 2 dasawarsa terakhir, yaitu :
1. Keluarga berencana
2. Asuhan antenatal terfokus
3. Asuhan pasca keguguran
4. Persalinan yang bersih dan aman serta pencegahan komplikasi
5. Penatalaksanaan komplikasi

Asuhan antenatal terfokus bertujuan :
1. Mempersiapkan kelahiran
2. Mengetahui tanda-tanda bahaya
3. Memastikan kesiapan menghadapi komplikasi kehamilan

Fokus utama asuhan persalinan normal telah mengalami pergeseran paradigma. Dulu fokus utamanya adalah menunggu dan menangani komplikasi namun sekarang fokus utamanya adalah mencegah terjadinya komplikasi selama persalinan dan setelah bayi lahir sehingga akan mengurangi kesakitan dan kematian ibu serta bayi baru lahir.

Contoh pergeseran paradigma asuhan persalinan normal, yaitu :
1. Mencegah perdarahan pasca persalinan yang disebabkan oleh atoni uteri.
2. Menjadikan laserasi / episiotomi sebagai tindakan tidak rutin.
3. Mencegah terjadinya retensio plasenta.
4. Mencegah partus lama.
5. Mencegah asfiksia bayi baru lahir.

Upaya preventif terhadap perdarahan pasca persalinan berupa :
1. Manipulasi seminimal mungkin.
2. Penatalaksanaan aktif kala III.
3. Mengamati dan melihat kontraksi uterus pasca persalinan.

Pencegahan retensio plasenta dengan cara mempercepat proses separasi dan melahirkan plasenta dengan memberikan uterotonika segera setelah bayi lahir dan melakukan penegangan tali pusat terkendali. Upaya ini disebut juga penatalaksanaan aktif kala III.

Upaya mencegah partus lama berupa :
1. Menggunakan partograf untuk memantau kondisi ibu dan janinnya serta
kemajuan proses persalinan.
2. Mengharapkan dukungan suami dan kerabat ibu.

Upaya mencegah asfiksia bayi baru lahir secara berurutan, yaitu :
1. Membersihkan mulut dan jalan napas sesaat setelah ekspulsi kepala.
2. Menghisap lendir secara benar.
3. Segera mengeringkan dan menghangatkan tubuh bayi.

Tujuan asuhan persalinan normal yaitu mengupayakan kelangsungan hidup dan mencapai derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya melalui berbagai upaya yang terintegrasi dan lengkap serta intervensi minimal sehingga prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat optimal.

Praktek-praktek pencegahan yang akan dijelaskan pada asuhan persalinan normal meliputi :
1. Mencegah infeksi secara konsisten dan sistematis.
2. Memberikan asuhan rutin dan pemantauan selama persalinan dan setelah bayi
lahir, termasuk penggunaan partograf.
3. Memberikan asuhan sayang ibu secara rutin selama persalinan, pasca persalinan
dan nifas.
4. Menyiapkan rujukan ibu bersalin atau bayinya.
5. Menghindari tindakan-tindakan berlebihan atau berbahaya.
6. Penatalaksanaan aktif kala III secara rutin.
7. Mengasuh bayi baru lahir.
8. Memberikan asuhan dan pemantauan ibu dan bayinya.
9. Mengajarkan ibu dan keluarganya untuk mengenali secara dini bahaya yang
mungkin terjadi selama masa nifas pada ibu dan bayinya.
10. Mendokumentasikan semua asuhan yang telah diberikan.


Sumber :

Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi (JNPK-KR). Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal. Jakarta : JNPK-KR, Maternal & Neonatal Care, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002

Readmore »»

PRE EKLAMPSIA RINGAN

Pre eklampsia ringan adalah sindrom spesifik kehamilan dengan penurunan perfusi pada organ-organ akibat vasospasme dan aktivasi endothel.

Kriteria diagnostik pre eklampsia ringan :
1. Desakan darah 140/90 - 160/110 mmHg; kenaikan darah sistolik 30 mmHg atau
lebih dan kenaikan darah diastolik 15 mmHg atau lebih, tidak dimasukkan
dalam kriteria diagnostik pre eklampsia tetapi perlu observasi yang cermat.
2. Proteinuria 300 mg/24 jam atau lebih jumlah urin atau dipstick +1 atau lebih.
3. Edema : lokal pada tungkai tidak dimasukkan dalam kriteria diagnostik kecuali
anasarka.

Pengelolaan pre eklampsia ringan dapat secara :
1. Rawat jalan (ambulatoir)
2. Rawat inap (hospitalisasi)

Pengelolaan secara rawat jalan (ambulatoir) :
1. Tidak mutlak harus tirah baring, dianjurkan ambulasi sesuai keinginannya. Di
Indonesia tirah baring masih diperlukan.
2. Diet reguler : tidak perlu diet khusus.
3. Vitamin pre natal.
4. Tidak perlu restriksi konsumsi garam.
5. Tidak perlu pemberian diuretik, antihipertensi dan sedativum.
6. Kunjungan ke rumah sakit setiap minggu.

Pengelolaan secara rawat inap (hospitalisasi) :
1. Indikasi pre eklampsia ringan yang dirawat inap (hospitalisasi)
a. Hipertensi yang menetap selama lebih 2 minggu.
b. Proteinuria yang menetap selama lebih 2 minggu.
c. Hasil tes laboratorium yang abnormal.
d. Adanya gejala atau tanda 1 atau lebih pre eklampsia berat.
2. Pemeriksaan dan monitoring pada ibu
a. Pengukuran desakan darah setiap 4 jam kecuali ibu tidur.
b. Pengamatan yang cermat adanya edema pada muka dan abdomen.
c. Penimbangan berat badan pada saat ibu masuk rumah sakit dan
penimbangan dilakukan tiap hari.
d. Pengamatan dengan cermat gejala pre eklampsia dengan impending
eklampsia :
- Nyeri kepala frontal atau occipital.
- Gangguan visus
- Nyeri kuadran kanan atas perut
- Nyeri epigastrium
3. Pemeriksaan laboratorium
a. Proteinuria dipstick pada waktu masuk dan minimal diikuti 2 hari setelahnya.
b. Hematokrit dan trombosit 2 kali seminggu.
c. Tes fungsi hepar 2 kali seminggu.
d. Tes fungsi ginjal dengan pengukuran kreatinin serum, asam urat dan BUN.
e. Pengukuran produksi urin setiap 3 jam (tidak perlu dengan kateter tetap).
4. Pemeriksaan kesejahteraan janin
a. Pengamatan gerakan janin setiap hari
b. NST 2 kali seminggu
c. Profil biofisik janin, bila NST non reaktif.
d. Evaluasi pertumbuhan janin dengan USG setiap 3-4 minggu.
e. Ultrasound Doppler arteri umbilikalis, arteri uterina.

Terapi medikamentosa :
1. Pada dasarnya sama dengan terapi ambulatoar.
2. Bila terdapat perbaikan gejala dan tanda-tanda pre eklampsia dan umur
kehamilan 37 minggu atau lebih, ibu masih perlu diobservasi selama 2-3 hari
lalu boleh dipulangkan.

Pengelolaan obstetrik

Tergantung umur kehamilan :
a. Bila penderita tidak inpartu
- Umur kehamilan kurang 37 minggu
Bila tanda dan gejala tidak memburuk, kehamilan dapat dipertahankan sampai
aterm.
- Umur kehamilan 37 minggu atau lebih
1. Kehamilan dipertahankan sampai timbul onset partus.
2. Bila serviks matang pada taksiran tanggal persalinan dapat dipertimbangkan
dilakukan induksi persalinan.
b. Bila penderita sudah inpartu
Perjalanan persalinan dapat diikuti dengan grafik Friedman atau partograf WHO.

Selama dirawat di rumah sakit dilakukan konsultasi pada :
1. Bagian penyakit mata
2. Bagian penyakit jantung
3. Bagian lain atas indikasi.


Sumber :

Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalam Kehamilan di Indonesia. Kelompok Kerja Penyusunan Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI. Ed. ke-2. 2005.

Readmore »»

SINDROMA HELLP

Sindroma HELLP adalah pre eklampsia dan eklampsia yang disertai dengan adanya hemolisis, peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar dan trombositopenia. (H = Hemolisis; EL = Elevated Liver Enzim; LP = Low Platelets Count)

Diagnosis sindroma HELLP :
1. Tanda dan gejala yang tidak khas : mual, muntah, nyeri kepala, malaise,
kelemahan. (Semuanya mirip tanda dan gejala infeksi virus).
2. Tanda dan gejala pre eklampsia : hipertensi, proteinuria, nyeri epigastrium,
edema, dan kenaikan asam urat.
3. Tanda-tanda hemolisis intravaskuler :
a. Kenaikan LDH, AST dan bilirubin indirek.
b. Penurunan haptoglobin.
c. Apusan darah tepi : fragmentasi eritrosit.
d. Peningkatan urobilinogen dalam urine.
4. Tanda kerusakan / disfungsi sel hepatosit : Kenaikan ALT, AST, LDH.
5. Trombositopenia : Trombosit 150.000/ml atau kurang.

Semua wanita hamil dengan keluhan nyeri pada kuadran atas abdomen tanpa memandang ada tidaknya tanda dan gejala pre eklampsia harus dipertimbangkan sindroma HELLP.

Klasifikasi sindroma HELLP :
1. Klasifikasi Missisippi
Kelas I : Trombosit 50.000/ml atau kurang; serum LDH 600.000 IU/l atau lebih;
AST dan/atau ALT 40 IU/l atau lebih.
Kelas II : Trombosit lebih 50.000 sampai 100.000/ml; serum LDH 600.000 IU/l
atau lebih; AST dan/atau ALT 40 IU/l atau lebih.
Kelas III : Trombosit lebih 100.000 sampai 150.000/ml; serum LDH 600.000 IU/l
atau lebih; AST dan/atau ALT 40 IU/l atau lebih.
2. Klasifikasi Tennesse
Kelas lengkap : Trombosit kurang 100.000/ml; LDH 600.000 IU/l atau lebih;
AST 70 IU/l atau lebih.
Kelas tidak lengkap : Bila ditemukan 1 atau 2 dari tanda-tanda diatas.

Diagnosa banding pre eklampsia-sindroma HELLP :
1. Trombotik angiopati
2. Kelainan konsumtif fibrinogen, misalnya :
- Acute fatty liver of pregnancy.
- Hipovolemia berat / perdarahan berat.
- Sepsis.
3. Kelainan jaringan ikat : SLE.
4. Penyakit ginjal primer.

Terapi Medikamentosa :
1. Mengikuti terapi medikamentosa : pre eklampsia dan eklampsia.
2. Pemeriksaan laboratorium untuk trombosit dan LDH setiap 12 jam.
3. Bila trombosit kurang 50.000/ml atau adanya tanda koagulopati konsumtif maka
harus diperiksa :
- Waktu protombin
- Waktu tromboplastin parsial
- Fibrinogen.
4. Pemberian dexamethasone rescue :
a. Antepartum : diberikan double strength dexamethasone (double dose). Jika
didapatkan :
- Trombosit kurang 100.000/cc atau
- Trombosit 100.000-150.000/cc dan dengan eklampsia, hipertensi berat, nyeri
epigastrium, gejala fulminant maka diberikan dexamethasone 10 mg IV
setiap 12 jam.
b. Postpartum : Dexamehasone diberikan 10 mg intravena setiap 12 jam 2 kali
lalu diikuti 5 mg intravena setiap 12 jam 2 kali.
c. Terapi dexamethasone dihentikan bila terjadi :
1. Perbaikan laboratorium : Trombosit lebih 100.000/ml dan penurunan LDH.
2. Perbaikan tanda dan gejala klinik pre eklampsia - eklampsia.
5. Dapat dipertimbangkan pemberian :
a. Transfusi trombosit bila trombosit kurang 50.000/cc.
b. Antioksidan.

Sikap : Pengelolaan obstetrik

Sikap terhadap kehamilan pada sindroma HELLP ialah aktif yaitu kehamilan diakhiri (terminasi) tanpa memandang umur kehamilan. Persalinan dapat dilakukan pervaginam atau perabdomen.


Sumber :

Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalam Kehamilan di Indonesia. Kelompok Kerja Penyusunan Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI. Ed. ke-2. 2005.

Readmore »»

PERDARAHAN ANTEPARTUM

Perdarahan antepartum adalah perdarahan pada jalan lahir setelah kehamilan 20 minggu.(1)

Klasifikasi perdarahan antepartum yaitu :(2)
1. Plasenta previa
2. Solusio plasenta
3. Perdarahan antepartum yang tidak jelas sumbernya (idiopatik)

Ciri-ciri plasenta previa : (2)
1. Perdarahan tanpa nyeri
2. Perdarahan berulang
3. Warna perdarahan merah segar
4. Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah
5. Timbulnya perlahan-lahan
6. Waktu terjadinya saat hamil
7. His biasanya tidak ada
8. Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi
9. Denyut jantung janin ada
10. Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina
11. Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul
12. Presentasi mungkin abnormal.

Ciri-ciri solusio plasenta : (2)
1. Perdarahan dengan nyeri
2. Perdarahan tidak berulang
3. Warna perdarahan merah coklat
4. Adanya anemia dan renjatan yang tidak sesuai dengan keluarnya darah
5. Timbulnya tiba-tiba
6. Waktu terjadinya saat hamil inpartu
7. His ada
8. Rasa tegang saat palpasi
9. Denyut jantung janin biasanya tidak ada
10. Teraba ketuban yang tegang pada periksa dalam vagina
11. Penurunan kepala dapat masuk pintu atas panggul
12. Tidak berhubungan dengan presentasi

Plasenta Previa
_______________

Plasenta previa merupakan plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internum). (2)

Klasifikasi plasenta previa berdasarkan terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu : (2)

1. Plasenta previa totalis : bila seluruh pembukaan jalan lahir tertutup oleh plasenta.
2. Plasenta previa lateralis : bila hanya sebagian pembukaan jalan lahir tertutup
oleh plasenta.
3. Plasenta previa marginalis : bila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir
pembukaan jalan lahir.
4. Plasenta previa letak rendah : bila plasenta berada 3-4 cm diatas pinggir
pembukaan jalan lahir.

Etiologi plasenta previa belum jelas. (2)

Diagnosis plasenta previa : (2)
1. Anamnesis : adanya perdarahan per vaginam pada kehamilan lebih 20 minggu
dan berlangsung tanpa sebab.
2. Pemeriksaan luar : sering ditemukan kelainan letak. Bila letak kepala maka
kepala belum masuk pintu atas panggul.
3. Inspekulo : adanya darah dari ostium uteri eksternum.
4. USG untuk menentukan letak plasenta.
5. Penentuan letak plasenta secara langsung dengan perabaan langsung melalui
kanalis servikalis tetapi pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat
menyebabkan perdarahan yang banyak. Oleh karena itu cara ini hanya dilakukan
diatas meja operasi.

Penatalaksanaan plasenta previa : (2)
1. Konservatif bila :
a. Kehamilan kurang 37 minggu.
b. Perdarahan tidak ada atau tidak banyak (Hb masih dalam batas normal).
c. Tempat tinggal pasien dekat dengan rumah sakit (dapat menempuh
perjalanan selama 15 menit).
2. Penanganan aktif bila :
a. Perdarahan banyak tanpa memandang usia kehamilan.
b. Umur kehamilan 37 minggu atau lebih.
c. Anak mati

Perawatan konservatif berupa :
- Istirahat.
- Memberikan hematinik dan spasmolitik unntuk mengatasi anemia.
- Memberikan antibiotik bila ada indikasii.
- Pemeriksaan USG, Hb, dan hematokrit.

Bila selama 3 hari tidak terjadi perdarahan setelah melakukan perawatan konservatif maka lakukan mobilisasi bertahap. Pasien dipulangkan bila tetap tidak ada perdarahan. Bila timbul perdarahan segera bawa ke rumah sakit dan tidak boleh melakukan senggama.

Penanganan aktif berupa :
- Persalinan per vaginam.
- Persalinan per abdominal.

Penderita disiapkan untuk pemeriksaan dalam di atas meja operasi (double set up) yakni dalam keadaan siap operasi. Bila pada pemeriksaan dalam didapatkan :
1. Plasenta previa marginalis
2. Plasenta previa letak rendah
3. Plasenta lateralis atau marginalis dimana janin mati dan serviks sudah matang,
kepala sudah masuk pintu atas panggul dan tidak ada perdarahan atau hanya
sedikit perdarahan maka lakukan amniotomi yang diikuti dengan drips oksitosin
pada partus per vaginam bila gagal drips (sesuai dengan protap terminasi
kehamilan). Bila terjadi perdarahan banyak, lakukan seksio sesar.

Indikasi melakukan seksio sesar :
- Plasenta previa totalis
- Perdarahan banyak tanpa henti.
- Presentase abnormal.
- Panggul sempit.
- Keadaan serviks tidak menguntungkan (beelum matang).
- Gawat janin

Pada keadaan dimana tidak memungkinkan dilakukan seksio sesar maka lakukan pemasangan cunam Willet atau versi Braxton Hicks.

Solusio Plasenta
________________

Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh plasenta pada implantasi normal sebelum janin lahir. (2)

Klasifikasi solusio plasenta berdasarkan tanda klinis dan derajat pelepasan plasenta yaitu :
1. Ringan : Perdarahan kurang 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada tanda
renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian permukaan, kadar
fibrinogen plasma lebih 120 mg%.
2. Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan,
gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian
permukaan, kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%.
3. Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin
mati, pelepasan plasenta bisa terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan.

Etiologi solusio plasenta belum jelas. (2)

Penatalaksanaan solusio plasenta : (2)

Tergantung dari berat ringannya kasus. Pada solusio plasenta ringan dilakukan istirahat, pemberian sedatif lalu tentukan apakah gejala semakin progresif atau akan berhenti. Bila proses berhenti secara berangsur, penderita dimobilisasi. Selama perawatan dilakukan pemeriksaan Hb, fibrinogen, hematokrit dan trombosit.

Pada solusio plasenta sedang dan berat maka penanganan bertujuan untuk mengatasi renjatan, memperbaiki anemia, menghentikan perdarahan dan mengosongkan uterus secepat mungkin. Penatalaksanaannya meliputi :
1. Pemberian transfusi darah
2. Pemecahan ketuban (amniotomi)
3. Pemberian infus oksitosin
4. Kalau perlu dilakukan seksio sesar.

Bila diagnosa solusio plasenta secara klinis sudah dapat ditegakkan, berarti perdarahan yang terjadi minimal 1000 cc sehingga transfusi darah harus diberikan minimal 1000 cc. Ketuban segera dipecahkan dengan maksud untuk mengurangi regangan dinding uterus dan untuk mempercepat persalinan diberikan infus oksitosin 5 UI dalam 500 cc dekstrose 5 %.

Seksio sesar dilakukan bila :
1. Persalinan tidak selesai atau diharapkan tidak selesai dalam 6 jam.
2. Perdarahan banyak.
3. Pembukaan tidak ada atau kurang 4 cm.
4. Panggul sempit.
5. Letak lintang.
6. Pre eklampsia berat.
7. Pelvik score kurang 5.

Vasa Previa
___________

Vasa previa merupakan keadaan dimana pembuluh darah umbilikalis janin berinsersi dengan vilamentosa yakni pada selaput ketuban. (2)

Etiologi vasa previa belum jelas. (2)

Diagnosis vasa previa : (2)

Pada pemeriksaan dalam vagina diraba pembuluh darah pada selaput ketuban. Pemeriksaan juga dapat dilakukan dengan inspekulo atau amnioskopi. Bila sudah terjadi perdarahan maka akan diikuti dengan denyut jantung janin yang tidak beraturan, deselerasi atau bradikardi, khususnya bila perdahan terjadi ketika atau beberapa saat setelah selaput ketuban pecah. Darah ini berasal dari janin dan untuk mengetahuinya dapat dilakukan dengan tes Apt dan tes Kleihauer-Betke serta hapusan darah tepi.

Penatalaksanaan vasa previa : (2)

Sangat bergantung pada status janin. Bila ada keraguan tentang viabilitas janin, tentukan lebih dahulu umur kehamilan, ukuran janin, maturitas paru dan pemantauan kesejahteraan janin dengan USG dan kardiotokografi. Bila janin hidup dan cukup matur dapat dilakukan seksio sesar segera namun bila janin sudah meninggal atau imatur, dilakukan persalinan pervaginam.


Daftar Pustaka
______________

1. Pengurus Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Perdarahan
Antepartum. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi Bag. I. Jakarta.
1991 : 9-13.
2. Gasong MS, Hartono E, Moerniaeni N, Rambulangi J. Penatalaksanaan Perdarahan
Antepartum. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNHAS, Ujung Pandang, 1997.

Update : 21 Februari 2006

Sumber :

Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi, dr. I.M.S. Murah Manoe, Sp.OG., dr. Syahrul Rauf, Sp.OG., dr. Hendrie Usmany, Sp.OG. (editors). Bagian / SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Rumah Sakit Umum Pusat, dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar, 1999.

Readmore »»

PERDARAHAN PADA KEHAMILAN MUDA

Perdarahan pada kehamilan muda adalah perdarahan pervaginam pada kehamilan kurang dari 22 minggu.

Penanganan umum perdarahan pada kehamilan muda :
- Lakukan penilaian secara cepat mengenaii keadaan umum pasien, termasuk
tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan, dan suhu).
- Periksa tanda-tanda syok (pucat, berkerringat banyak, pingsan, tekanan sistolik
kurang 90 mmHg, nadi lebih 112 kali per menit).
- Jika dicurigai terjadi syok, segera mullai penanganan syok. Jika tidak terlihat tanda-
tanda syok, tetap pikirkan kemungkinan tersebut saat penolong melakukan
evaluasi mengenai kondisi wanita karena kondisinya dapat memburuk dengan
cepat. Jika terjadi syok, sangat penting untuk memulai penanganan syok dengan
segera.
- Jika pasien dalam keadaan syok, pikirkaan kemungkinan kehamilan ektopik
terganggu.
- Pasang infus dengan jarum infus besar ((16 G atau lebih), berikan larutan garam
fisiologik atau ringer laktat dengan tetesan cepat (500 cc dalam 2 jam pertama).

Diagnosis perdarahan pada kehamilan muda :
1. Pikirkan kemungkinan kehamilan ektopik pada wanita dengan anemia, penyakit
radang panggul (pelvic inflammatory disease- PID), gejala abortus atau keluhan
nyeri yang tidak biasa.
Catatan : Jika dicurigai adanya kehamilan ektopik, lakukan pemeriksaan
bimanual secara hati-hati karena kehamilan ektopik awal bisa sampai mudah
pecah.
2. Pikirkan kemungkinan abortus pada wanita usia reproduktif yang mengalami
terlambat haid (lebih 1 bulan sejak haid terakhir) dan mempunyai 1 atau lebih
tanda berikut : perdarahan, kaku perut, pengeluaran sebagian produk konsepsi,
serviks yang berdilatasi atau uterus yang lebih kecil dari seharusnya.
3. Jika abortus merupakan kemungkinan diagnosis, kenali dan segera tangani
komplikasi yang ada.


1. Diagnosis abortus imminens :
- Bercak perdarahan hingga perdarahan sedang. Perdarahan ringan
membutuhkan waktu lebih 5 menit untuk membasahi pembalut atau kain
bersih.
- Serviks tertutup.
- Uterus sesuai dengan usia kehamilan.
- Gejala / tanda : kram perut bawah dan uterus lunak.
2. Diagnosis kehamilan ektopik terganggu :
- Bercak perdarahan hingga perdarahan sedang.
- Serviks tertutup.
- Uterus sedikit membesar dari usia kehamilan normal
- Gejala / tanda : limbung atau pingsan, nyeri perut bawah, nyeri goyang porsio,
massa adneksa, dan cairan bebas intra abdomen.
3. Diagnosis abortus komplit :
- Bercak perdarahan hingga perdarahan sedang.
- Serviks tertutup atau terbuka.
- Uterus lebih kecil dari usia kehamilan normal
- Gejala / tanda : sedikit atau tanpa nyeri perut bawah, dan riwayat ekspulsi hasil
konsepsi.
4. Diagnosis abortus insipiens :
- Perdarahan sedang hingga masif (banyak). Perdarahan berat membutuhkan
waktu kurang 5 menit untuk membasahi pembalut atau kain bersih.
- Serviks terbuka.
- Uterus sesuai usia kehamilan.
- Gejala / tanda : kram / nyeri perut bawah, dan belum terjadi ekspulsi hasil
konsepsi.
5. Diagnosis abortus inkomplit :
- Perdarahan sedang hingga masif (banyak).
- Serviks terbuka.
- Uterus sesuai usia kehamilan.
- Gejala / tanda : kram / nyeri perut bawah, dan ekspulsi sebagian hasil konsepsi.
6. Diagnosis abortus mola :
- Perdarahan sedang hingga masif (banyak).
- Serviks terbuka.
- Uterus lunak dan lebih besar dari usia kehamilan
- Gejala / tanda : mual / muntah, kram perut bawah, sindrom mirip pre
eklampsia, tidak ada janin, dan keluar jaringan seperti anggur.

Tanda dan gejala abortus antara lain nyeri abdomen bawah, nyeri lepas, uterus terasa lemas, perdarahan berlanjut, lemah, lesu, demam, sekret vagina berbau, sekret & pus dari serviks, dan nyeri goyang serviks. Komplikasinya adalah infeksi / sepsis. Penanganannya adalah mulai memberikan antibiotik sesegera mungkin sebelum melakukan aspirasi vakum manual. Antibiotiknya berupa ampisilin 2 gr IV tiap 6 jam ditambah gentamisin 5 mg/kgbb IV tiap 24 jam ditambah metronidazol 500 mg IV tiap 8 jam sampai ibu bebas demam 48 jam.

Tanda dan gejala lainnya adalah nyeri / kaku pada abdomen, nyeri lepas, distensi abdomen, abdomen terasa tegang & keras, nyeri bahu, mual-muntah, dan demam. Komplikasinya adalah perlukaan uterus, vagina atau usus. Penanganannya yaitu lakukan laparotomi untuk memperbaiki perlukaan dan lakukan aspirasi vakum manual secara berurutan. Mintalah bantuan lebih lanjut jika dibutuhkan.

Jenis-Jenis Abortus
___________________

Jenis-jenis abortus :
1. Abortus spontan
2. Abortus yang disengaja
3. Abortus tidak aman
4. Abortus septik

Abortus spontan adalah penghentian kehamilan sebelum janin mencapai viabilitas (usia kehamilan 22 minggu). Tahapan abortus spontan meliputi :

1. Abortus imminens (kehamilan dapat berlanjut).
2. Abortus insipiens (kehamilan tidak akan berlanjut dan akan berkembang menjadi
abortus inkomplit atau abortus komplit).
3. Abortus inkomplit (sebagian hasil konsepsi telah dikeluarkan).
4. Abortus komplit (seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan).

Abortus yang disengaja adalah suatu proses dihentikannya kehamilan sebelum janin mencapai viabilitas.

Abortus tidak aman adalah suatu prosedur yang dilakukan oleh orang yang tidak berpengalaman atau dalam lingkungan yang tidak memenuhi standar medis minimal atau keduanya.

Abortus septik adalah abortus yang mengalami komplikasi berupa infeksi-sepsis dapat berasal dari infeksi jika organisme penyebab naik dari saluran kemih bawah setelah abortus spontan atau abortus tidak aman. Sepsis cenderung akan terjadi jika terdapat sisa hasil konsepsi atau terjadi penundaan dalam pengeluaran hasil konsepsi. Sepsis merupakan komplikasi yang sering terjadi pada abortus tidak aman dengan menggunakan peralatan.

Penanganan
____________

Jika dicurigai suatu abortus tidak aman terjadi, periksalah adanya tanda-tanda infeksi atau adanya perlukaan uterus, vagina dan usus, lakukan irigasi vagina untuk mengeluarkan tumbuh-tumbuhan, obat-obat lokal atau bahan lainnya.

Penanganan abortus imminens :
1. Tidak perlu pengobatan khusus atau tirah baring total.
2. Jangan melakukan aktifitas fisik berlebihan atau hubungan seksual.
3. Jika perdarahan :
- Berhenti : lakukan asuhan antenatal seperti biasa, lakukan penilaian jika
perdarahan terjadi lagi.
- Terus berlangsung : nilai kondisi janin (uji kehamilan atau USG). Lakukan
konfirmasi kemungkinan adanya penyebab lain. Perdarahan berlanjut,
khususnya jika ditemukan uterus yang lebih besar dari yang diharapkan,
mungkin menunjukkan kehamilan ganda atau mola.
4. Tidak perlu terapi hormonal (estrogen atau progestin) atau tokolitik (misalnya
salbutamol atau indometasin) karena obat-obat ini tidak dapat mencegah
abortus.

Penanganan abortus insipiens :
1. Jika usia kehamilan kurang 16 minggu, lakukan evaluasi uterus dengan aspirasi
vakum manual. Jika evaluasi tidak dapat, segera lakukan :
- Berikan ergometrin 0,2 mg intramuskuler (dapat diulang setelah 15 menit bila
perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulang sesudah 4 jam bila
perlu).
- Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus.
2. Jika usia kehamilan lebih 16 minggu :
- Tunggu ekspulsi spontan hasil konsepsi lalu evaluasi sisa-sisa hasil konsepsi.
- Jika perlu, lakukan infus 20 unit oksitosin dalam 500 ml cairan intravena
(garam fisiologik atau larutan ringer laktat) dengan kecepatan 40 tetes per
menit untuk membantu ekspulsi hasil konsepsi.
3. Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.

Penanganan abortus inkomplit :
1. Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang 16 minggu,
evaluasi dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk
mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika perdarahan
berhenti, beri ergometrin 0,2 mg intramuskuler atau misoprostol 400 mcg per
oral.
2. Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan kurang 16
minggu, evaluasi sisa hasil konsepsi dengan :
- Aspirasi vakum manual merupakan metode evaluasi yang terpilih. Evakuasi
dengan kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan jika aspirasi vakum manual
tidak tersedia.
- Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrin 0,2 mg
intramuskuler (diulang setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400 mcg
per oral (dapat diulang setelah 4 jam bila perlu).
3. Jika kehamilan lebih 16 minggu :
- Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologik
atau ringer laktat) dengan kecepatan 40 tetes per menit sampai terjadi
ekspulsi hasil konsepsi.
- Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg per vaginam setiap 4 jam sampai
terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg).
- Evaluasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.
4. Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.

Penanganan abortus komplit :
1. Tidak perlu evaluasi lagi.
2. Observasi untuk melihat adanya perdarahan banyak.
3. Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.
4. Apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet sulfas ferrosus 600 mg per hari
selama 2 minggu. Jika anemia berat berikan transfusi darah.
5. Konseling asuhan pasca keguguran dan pemantauan lanjut.

Pemantauan Pasca Abortus
__________________________

Insidens abortus spontan kurang lebih 15% (1 dari 7 kehamilan) dari seluruh kehamilan.

Syarat-syarat memulai metode kontrasepsi dalam waktu 7 hari pada kehamilan yang tidak diinginkan :
1. Tidak terdapat komplikasi berat yang membutuhkan penanganan lebih lanjut.
2. Ibu menerima konseling dan bantuan secukupnya dalam memilih metode
kontrasepsi yang paling sesuai.

Metode kontrasepsi pasca abortus :
1. Kondom
- Waktu aplikasinya segera.
- Efektivitasnya tergantung dari tingkat kedisiplinan klien.
- Dapat mencegah penyakit menular seksual.
2. Pil kontrasepsi
- Waktu aplikasinya segera.
- Cukup efektif tetapi perlu ketaatan klien untuk minum pil secara teratur.
3. Suntikan
- Waktu aplikasinya segera.
- Konseling untuk pilihan hormon tunggal atau kombinasi.
4. Implan
- Waktu aplikasinya segera.
- Jika pasangan tersebut mempunyai 1 anak atau lebih dan ingin kontrasepsi
jangka panjang.
5. Alat kontrasepsi dalam rahim
- Waktu aplikasinya segera dan setelah kondisi pasien pulih kembali.
- Tunda insersi jika hemoglobin kurang 7 gr/dl (anemia) atau jika dicurigai
adanya infeksi.
6. Tubektomi
- Waktu aplikasinya segera.
- Untuk pasangan yang ingin menghentikan fertilitas.
- Jika dicurigai adanya infeksi, tunda prosedur sampai keadaan jelas. Jika
hemoglobin kurang 7 gram/dl, tunda sampai anemia telah diperbaiki.
- Sediakan metode alternatif (seperti kondom).

Beberapa wanita mungkin membutuhkan :
1. Jika klien pernah diimunisasi, berikan booster tetanus toksoid 0,5 ml atau jika
dinding vagina atau kanalis servikalis tampak luka terkontaminasi.
2. Jika riwayat imunisasi tidak jelas, berikan serum anti tetanus 1500 unit
intramuskuler diikuti dengan tetanus toksoid 0,5 ml setelah 4 minggu.
3. Penatalaksanaan untuk penyakit menular seksual.
4. Penapisan kanker serviks.

Kehamilan Ektopik Terganggu
___________________________

Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi di luar rongga uterus. Tuba Fallopii merupakan tempat tersering terjadinya implantasi kehamilan ektopik (lebih 90%).

Tanda dan gejala kehamilan ektopik sangatlah bervariasi tergantung dari pecah tidaknya kehamilan tersebut. Alat penting yang dapat digunakan untuk mendiagnosis kehamilan ektopik yang pecah adalah tes kehamilan dari serum yang dikombinasi dengan pemeriksaan USG. Jika diperoleh haril darah yang tidak membeku segera mulai penanganan.

Tanda dan gejala kehamilan ektopik :
1. Gejala kehamilan awal berupa flek atau perdarahan ireguler, mual, pembesaran
payudara, perubahan warna pada vagina & serviks, perlunakan serviks,
pembesaran uterus, frekuensi buang air kecil meningkat.
2. Nyeri pada abdomen dan pelvis.

Tanda dan gejala kehamilan ektopik terganggu :
1. Kolaps dan kelelahan.
2. Denyut nadi cepat dan lemah (110 kali per menit atau lebih).
3. Hipotensi.
4. Hipovolemia.
5. Abdomen akut dan nyeri pelvis.
6. Distensi abdomen. Distensi abdomen dengan shifting dullness merupakan
petunjuk adanya darah bebas.
7. Nyeri lepas.
8. Pucat.

Diagnosis banding kehamilan ektopik yang tersering adalah abortus imminens. Diagnosa banding lainnya adalah penyakit radang panggul akut & kronik, kista ovarium (terpuntir atau ruptur) dan appendisitis akut. USG dapat membedakan antara kehamilan ektopik, abortus imminens dan kista ovarium terpuntir.

Penanganan awal kehamilan ektopik :
1. Segera lakukan uji silang darah dan laparatomi. Jangan menunggu darah
sebelum melakukan pembedahan.
2. Jika tidak ada fasilitas, segera rujuk ke fasilitas lebih lengkap dan lakukan
penilaian awal.
3. Pada laparatomi, eksplorasi kedua ovarium dan tuba Fallopii :
- Kerusakan tuba yang berat : lakukan salpingektomi (hasil konsepsi dan tuba
keduanya dikeluarkan). Ini merupakan terapi pilihan pada sebagian besar
kasus.
- Kerusakan tuba yang kecil : lakukan salpingostomi (hasil konsepsi dikeluarkan
dan tuba dipertahankan). Ini dilakukan dengan mempertimbangkan
konservasi kesuburan karena resiko kehamilan ektopik berikutnya cukup tinggi.

Jika terjadi perdarahan banyak dapat dilakukan autotransfusi apabila darah intraabdominal masih segar dan tidak terinfeksi atau terkontaminasi (pada akhir kehamilan, darah dapat terkontaminasi dengan air ketuban dan lain-lain sehingga sebaiknya tidak digunakan untuk autotransfusi). Darah dapat dikumpulkan sebelum pembedahan atau setelah abdomen dibuka :

1. Sewaktu ibu berbaring di atas meja operasi sebelum operasi dan abdomen
tampak tegang akibat terkumpulnya darah, saat itu memungkinkan untuk
memasukkan jarum melalui dinding abdomen dan darah dikumpulkan diset
donor.
2. Cara lain, bukalah abdomen :
- Ambil darah ke dalam suatu tempat dan saringlah darah dengan menggunakan
kasa untuk memisahkan bekuan darah.
- Bersihkan bagian atas dari kantong darah dengan cairan antiseptik dan bukalah
dengan pisau steril.
- Tuangkan darah wanita tersebut ke dalam kantong dan masukkan kembali
melalui set penyaring dengan cara biasa.
- Jika tidak tersedia kantong donor dengan antikoagulan, tambahkan sodium
sitrat 10 ml untuk setiap 90 ml darah.

Penanganan selanjutnya :
1. Sebelum membolehkan ibu pulang, lakukan konseling dan nasehat mengenai
prognosis kesuburannya. Mengingat meningkatnya resiko kehamilan ektopik
selanjutnya, konseling metode kontrasepsi dan penyediaan metode kontrasepsi,
jika diinginkan, merupakan hal yang penting.
2. Perbaiki anemia dengan sulfas ferrous 600 mg/hr per oral selama 2 minggu.
3. Jadwalkan kunjungan berikutnya untuk pemantauan dalam waktu 4 minggu.

Mola Hidatidosa
_______________

Kehamilan mola merupakan proliferasi abnormal dari vili khorialis.

Penanganan awal kehamilan mola :
Jika diagnosa kehamilan mola telah ditegakkan, lakukan evaluasi uterus :
- Jika dibutuhkan dilatasi serviks, gunakkan blok paraservikal.
- Pengosongan dengan aspirasi vakum manuaal lebih aman daripada kuretase
tajam. Resiko perforasi dengan menggunakan kuret tajam cukup tinggi.
- Jika sumber vakum adalah tabung manual,, siapkan peralatan aspirasi vakum
manual minimal 3 set agar dapat digunakan secara bergantian hingga
pengosongan kavum uteri selesai. Isi uterus cukup banyak tetapi penting untuk
cepat dikosongkan.

Penanganan selanjutnya kehamilan mola :
- Pasien dianjurkan untuk menggunakan konntrasepsi hormonal (apabila masih ingin
anak) atau tubektomi apabila ingin menghentikan fertilitas.
- Lakukan pemantauan setiap 8 minggu selaama minimal 1 tahun pasca evakuasi
dengan menggunakan tes kehamilan dengan urin karena adanya resiko
timbulnya penyakit trofoblas yang menetap atau khoriokarsinoma. Jika tes
kehamilan dengan urin tidak negatif setelah 8 minggu atau menjadi positif
kembali dalam 2 tahun pertama, rujuk ke pusat kesehatan tersier untuk
pemantauan dan penanganan lebih lanjut.

Sumber :

Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal & Neonatal. Editor : Abdul Bari Saifuddin, Gulardi Hanifa Wiknjosastro, Biran Affandi, Djoko Waspodo. Ed. I, Cet. 5, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2003.

Readmore »»

HIPEREMESIS GRAVIDARUM

Pengertian
__________

Hiperemesis gravidarum adalah muntah yang terjadi sampai umur kehamilan 20 minggu, muntah begitu hebat dimana segala apa yang dimakan dan diminum dimuntahkan sehingga mempengaruhi keadaan umum dan pekerjaan sehari-hari, berat badan menurun, dehidrasi, dan terdapat aseton dalam urin bukan karena penyakit seperti appendisitis, pielititis, dan sebagainya.(1)

Etiologi
________

Tidak jelas.(2)

Klasifikasi(2,3,4)
___________

Secara klinis, hiperemesis gravidarum dibedakan atas 3 tingkatan, yaitu :

1. Tingkat I
Muntah yang terus-menerus, timbul intoleransi terhadap makanan dan minuman,
berat-badan menurun, nyeri epigastrium, muntah pertama keluar makanan,
lendir dan sedikit empedu kemudian hanya lendir, cairan empedu dan terakhir
keluar darah. Nadi meningkat sampai 100 kali per menit dan tekanan darah
sistole menurun. Mata cekung dan lidah kering, turgor kulit berkurang dan urin
masih normal.
2. Tingkat II
Gejala lebih berat, segala yang dimakan dan diminum dimuntahkan, haus hebat,
subfebril, nadi cepat dan lebih 100-140 kali per menit, tekanan darah sistole
kurang 80 mmHg, apatis, kulit pucat, lidah kotor, kadang ikterus ada, aseton
ada, bilirubin ada dan berat-badan cepat menurun.
3. Tingkat III
Gangguan kesadaran (delirium-koma), muntah berkurang atau berhenti, ikterus,
sianosis, nistagmus, gangguan jantung, bilirubin ada, dan proteinuria.

Diagnosis(2,4)
_________

1. Amenore yang disertai muntah hebat (segala yang dimakan dan diminum akan
dimuntahkan), pekerjaan sehari-hari terganggu, dan haus hebat.
2. Fungsi vital : nadi meningkat 100 kali per menit, tekanan darah menurun pada
keadaan berat, subfebril dan gangguan kesadaran (apatis-koma).
3. Fisis : dehidrasi, keadaan berat, kulit pucat, ikterus, sianosis, berat badan
menurun, porsio lunak pada vaginal touche, uterus besar sesuai besarnya
kehamilan.
4. Laboratorium : kenaikan relatif hemoglobin dan hematokrit, shift to the left,
benda keton dan proteinuria.

Penatalaksanaan(2,3)
________________

1. Rawat di rumah sakit, batasi pengunjung.
2. Stop per oral 24-48 jam.
3. Infus glukosa 10% atau 5% : RL = 2 : 1, 40 tetes per menit.
4. Obat
- Vitamin B1, B2 dan B6 masing-masing 50-100 mg/hr/infus.
- Vitamin B12 200 mcg/hr/infus, vit. C 200/hr/infus.
- Phenobarbital 30 mg IM 2-3 kali per hari atau chlorpromazine 25-50 mg/hr IM
atau diazepam 5 mg 2-3 kali per hari IM.
- Antiemetik : prometazine (avopreg) 2-3 kali 25 mg per hari per oral atau
prochlorperazine (stimetil) 3 kali 3 mg per hari per oral atau mediamer B6 3
kali 1 per hari per oral.
- Antasida : acidrine 3 x 1 tab per hari per oral atau mylanta 3 x 1 tab per hari
per oral atau magnam 3 x 1 tab per hari per oral.
5. Diet
a. Diet hiperemesis I diberikan pada hiperemesis tingkat III. Makanan hanya
berupa roti kering dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama
makanan tetapi 1-2 jam sesudahnya. Makanan ini kurang dalam zat-zat gizi
kecuali vitamin C karena itu hanya diberikan selama beberapa hari.
b. Diet hiperemesis II diberikan bila rasa mual dan muntah berkurang. Secara
berangsur mulai diberikan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi. Minuman
tidak diberikan bersama makanan. Makanan ini rendah dalam semua zat-zat
gizi kecuali vitamin A dan D.
c. Diet hiperemesis III diberikan kepada penderita dengan hiperemesis ringan.
Menurut kesanggupan penderita minuman boleh diberikan bersama makanan.
Makanan ini cukup dalam semua zat gizi kecuali kalsium.

Daftar Pustaka
______________

1. Fairwether. Nausea and Vomity in Pregnancy, Am J Obst. & gynec. 1968. vol. 102;
135-171.
2. Mannor SM. Hyperemesis Gravidarum. In : Iffty L, Kaminetzky HA eds. Principles
and Practise of Obstetric and Perinatology. Vol. 12. Toronto : A Wiley Medical
Publication. 1981. 1155-1164.
3. Greenhill. Obstetrics 12 th. ed. Philadelphia : WB. Saunders Company. 1961. 375-
377.
4. Belscher NA, Macky. Obstetric and the Newborn and Illustrated Textbook 2nd. ed.
Sydney : WB. Saunders Company 1986. 305.


Sumber :

Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi, dr. I.M.S. Murah Manoe, Sp.OG., dr. Syahrul Rauf, Sp.OG., dr. Hendrie Usmany, Sp.OG. (editors). Bagian / SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Rumah Sakit Umum Pusat, dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar, 1999.

Readmore »»

PRE EKLAMPSIA & EKLAMPSIA

A. Pre Eklampsia Ringan
_______________________

Pengertian (1,2,3)
__________

Pre eklampsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan/atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas.

Patofisiologi (4)
_____________

Penyebab pre eklampsia ringan belum diketahui secara jelas. Penyakit ini dianggap sebagai "maladaptation syndrome" akibat vasospasme general dengan segala akibatnya.

Gejala Klinis (4)
_____________

Gejala klinis pre eklampsia ringan meliputi :
1. Kenaikan tekanan darah sistol 30 mmHg atau lebih; diastol 15 mmHg atau lebih
dari tekanan darah sebelum hamil pada kehamilan 20 minggu atau lebih atau
sistol 140 mmHg sampai kurang 160 mmHg; diastol 90 mmHg sampai kurang
110 mmHg.
2. Proteinuria : secara kuantitatif lebih 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau secara
kualitatif positif 2 (+2).
3. Edema pada pretibia, dinding abdomen, lumbosakral, wajah atau tangan.

Pemeriksaan dan Diagnosis (4)
_________________________

1. Kehamilan lebih 20 minggu.
2. Kenaikan tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih dengan pemeriksaan 2 kali
selang 6 jam dalam keadaan istirahat (untuk pemeriksaan pertama dilakukan 2
kali setelah istirahat 10 menit).
3. Edema tekan pada tungkai (pretibial), dinding perut, lumbosakral, wajah atau
tungkai.
4. Proteinuria lebih 0,3 gram/liter/24 jam, kualitatif (++).

Penatalaksanaan (2)
_______________

Penatalaksanaan rawat jalan pasien pre eklampsia ringan :
- Banyak istirahat (berbaring tidur / mirring).
- Diet : cukup protein, rendah karbohidraat, lemak dan garam.
- Sedativa ringan : tablet phenobarbital 3 x 30 mg atau diazepam 3 x 2 mg per oral
selama 7 hari.
- Roborantia
- Kunjungan ulang setiap 1 minggu.
- Pemeriksaan laboratorium : hemoglobin, hematokrit, trombosit, urine lengkap,
asam urat darah, fungsi hati, fungsi ginjal.(1)

Penatalaksanaan rawat tinggal pasien pre eklampsia ringan berdasarkan kriteria :(1)
1. Setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukkan adanya perbaikan
dari gejala-gejala pre eklampsia.
2. Kenaikan berat badan ibu 1 kg atau lebih per minggu selama 2 kali berturut-turut
(2 minggu).
3. Timbul salah satu atau lebih gejala atau tanda-tanda pre eklampsia berat
- Bila setelah 1 minggu perawatan di atas tidak ada perbaikan maka pre
eklampsia ringan dianggap sebagai pre eklampsia berat.
- Bila dalam perawatan di rumah sakit sudah ada perbaikan sebelum 1 minggu
dan kehamilan masih preterm maka penderita tetap dirawat selama 2 hari
lagi baru dipulangkan. Perawatan lalu disesuaikan dengan perawatan rawat
jalan.

Perawatan obstetri pasien pre eklampsia ringan :
1. Kehamilan preterm (kurang 37 minggu)
a. Bila desakan darah mencapai normotensif selama perawatan, persalinan
ditunggu sampai aterm.
b. Bila desakan darah turun tetapi belum mencapai normotensif selama
perawatan maka kehamilannya dapat diakhiri pada umur kehamilan 37
minggu atau lebih.
2. Kehamilan aterm (37 minggu atau lebih)
- Persalinan ditunggu sampai terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan
untuk melakukan persalinan pada taksiran tanggal persalinan.
3. Cara persalinan
- Persalinan dapat dilakukan secara spontan. Bila perlu memperpendek kala II.

B. Pre Eklampsia Berat
______________________

Pengertian (4)
__________

Pre eklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan/atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih.

Penatalaksanaan (1)
_______________

Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre eklampsia berat selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi :
1. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah
pengobatan medisinal.
2. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah
pengobatan medisinal.

Perawatan Aktif
----------------

Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap penderita dilakukan pemeriksaan fetal assesment (NST & USG).(3,4,5)

1. Indikasi (salah satu atau lebih)
a. Ibu
- Usia kehamilan 37 minggu atau lebih
- Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia, kegagalan terapi
konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan
desakan darah atau setelah 24 jam perawatan medisinal, ada gejala-gejala
status quo (tidak ada perbaikan).
b. Janin
- Hasil fetal assesment jelek (NST & USG)
- Adanya tanda IUGR
c. Laboratorium
- Adanya "HELLP syndrome" (hemolisis dan peningkatan fungsi hepar,
trombositopenia).

Pengobatan Medisinal
____________________

Pengobatan medisinal pasien pre eklampsia berat yaitu :
1. Segera masuk rumah sakit
2. Tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital diperiksa setiap 30 menit, refleks
patella setiap jam.(3)
3. Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-125
cc/jam) 500 cc.
4. Antasida
5. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
6. Pemberian obat anti kejang : magnesium sulfat
7. Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah
jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg/im.
(4)
8. Antihipertensi diberikan bila :
a. Desakan darah sistolis lebih 180 mmHg, diastolis lebih 110 mmHg atau MAP
lebih 125 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis kurang 105
mmHg (bukan kurang 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta.
(8,9)
b. Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.
c. Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat diberikan obat-
obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang
biasa dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau press disesuaikan
dengan tekanan darah.
d. Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet
antihipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali.
Bersama dengan awal pemberian sublingual maka obat yang sama mulai
diberikan secara oral. (Syakib Bakri, 1997)
9. Kardiotonika
Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan digitalisasi
cepat dengan cedilanid D.
10. Lain-lain :
- Konsul bagian penyakit dalam / jantung, mata.
- Obat-obat antipiretik diberikan bila suhu rektal lebih 38,5 derajat celcius dapat
dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau xylomidon 2 cc
IM.
- Antibiotik diberikan atas indikasi.(4) Diberikan ampicillin 1 gr/6 jam/IV/hari.
- Anti nyeri bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus. Dapat
diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja, selambat-lambatnya 2 jam
sebelum janin lahir.

Pemberian Magnesium Sulfat
---------------------------

Cara pemberian magnesium sulfat :
1. Dosis awal sekitar 4 gram MgSO4 IV (20 % dalam 20 cc) selama 1 gr/menit
kemasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti segera 4 gr
di bokong kiri dan 4 gram di bokong kanan (40 % dalam 10 cc) dengan jarum no
21 panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan 1 cc xylocain 2%
yang tidak mengandung adrenalin pada suntikan IM.(6)
2. Dosis ulangan : diberikan 4 gram intramuskuler 40% setelah 6 jam pemberian
dosis awal lalu dosis ulangan diberikan 4 gram IM setiap 6 jam dimana pemberian
MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.(3)
3. Syarat-syarat pemberian MgSO4 :(4,7)
- Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10%, 1 gram (10% dalam 10
cc) diberikan intravenous dalam 3 menit.
- Refleks patella positif kuat
- Frekuensi pernapasan lebih 16 kali per menit.
- Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/kgBB/jam).
4. MgSO4 dihentikan bila :(7)
a. Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi, refleks fisiologis
menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan selanjutnya
dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot-otot pernapasan
karena ada serum 10 U magnesium pada dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter.
Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-15 mEq
terjadi kelumpuhan otot-otot pernapasan dan lebih 15 mEq/liter terjadi
kematian jantung.(3,7)
b. Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat :(7)
- Hentikan pemberian magnesium sulfat
- Berikan calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc) secara IV dalam
waktu 3 menit.
- Berikan oksigen.
- Lakukan pernapasan buatan.
c. Magnesium sulfat dihentikan juga bila setelah 4 jam pasca persalinan sudah
terjadi perbaikan (normotensif).

Pengobatan Obstetrik
_____________________

Cara Terminasi Kehamilan yang Belum Inpartu
---------------------------------------------
1. Induksi persalinan : tetesan oksitosin dengan syarat nilai Bishop 5 atau lebih dan
dengan fetal heart monitoring.(4)
2. Seksio sesaria bila :
- Fetal assesment jelek
- Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai Bishop kurang dari 5) atau adanya
kontraindikasi tetesan oksitosin.
- 12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase aktif. Pada
primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan seksio sesaria.
(1,2)

Cara Terminasi Kehamilan yang Sudah Inpartu (1,2)
---------------------------------------------

Kala I
-------
1. Fase laten : 6 jam belum masuk fase aktif maka dilakukan seksio sesaria.
2. Fase aktif :
- Amniotomi saja
- Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap maka
dilakukan seksio sesaria (bila perlu dilakukan tetesan oksitosin).

Kala II
--------

Pada persalinan per vaginam maka kala II diselesaikan dengan partus buatan. Amniotomi dan tetesan oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya 3 menit setelah pemberian pengobatan medisinal. Pada kehamilan 32 minggu atau kurang; bila keadaan memungkinkan, terminasi ditunda 2 kali 24 jam untuk memberikan kortikosteroid.

Perawatan Konservatif (1,2)
_____________________

1. Indikasi : Bila kehamilan preterm kurang 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda
inpending eklampsia dengan keadaan janin baik.
2. Pengobatan medisinal : Sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan
aktif. Hanya loading dose MgSO4 tidak diberikan intravenous, cukup
intramuskuler saja dimana 4 gram pada bokong kiri dan 4 gram pada bokong
kanan.
3. Pengobatan obstetri :
a. Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti
perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi.
b. MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda pre eklampsia
ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam.
c. Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan medisinal
gagal dan harus diterminasi.
d. Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dahulu
MgSO4 20% 2 gram intravenous.
4. Penderita dipulangkan bila :
a. Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda pre eklampsia ringan dan
telah dirawat selama 3 hari.
b. Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan pre eklampsia ringan :
penderita dapat dipulangkan dan dirawat sebagai pre eklampsia ringan
(diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu).

C. Eklampsia
____________

Pengertian (1,2)
__________

Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau masa nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang (bukan timbul akibat kelainan neurologik) dan/atau koma dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre eklampsia.

Patofisiologi (4)
_____________

Sama dengan pre eklampsia dengan akibat yang lebih serius pada organ-organ hati, ginjal, otak, paru-paru dan jantung yakni terjadi nekrosis dan perdarahan pada organ-organ tersebut.

Gejala Klinis (4)
_____________

- Kehamilan lebih 20 minggu atau persalinnan atau masa nifas
- Tanda-tanda pre eklampsia (hipertensi, edema dan proteinuria)
- Kejang-kejang dan/atau koma
- Kadang-kadang disertai gangguan fungsi organ.

Pemeriksaan dan diagnosis (4)
1. Berdasarkan gejala klinis di atas
2. Pemeriksaan laboratorium
- Adanya protein dalam urin
- Fungsi organ hepar, ginjal, dan jantung
- Fungsi hematologi / hemostasis.

Penatalaksanaan (1,2)
_______________

Tujuan pengobatan :
1. Untuk menghentikan dan mencegah kejang.
2. Mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya hipertensi krisis
3. Sebagai penunjang untuk mencapai stabilisasi keadaan ibu seoptimal mungkin
4. Mengakhiri kehamilan dengan trauma ibu seminimal mungkin.

Pengobatan Medisinal
____________________

Sama seperti pengobatan pre eklampsia berat kecuali bila timbul kejang-kejang lagi maka dapat diberikan MgSO4 2 gram intravenous selama 2 menit minimal 20 menit setelah pemberian terakhir. Dosis tambahan 2 gram hanya diberikan 1 kali saja. Bila setelah diberi dosis tambahan masih tetap kejang maka diberikan amobarbital / thiopental 3-5 mg/kgBB/IV perlahan-lahan.

Perawatan bersama : konsul bagian saraf, penyakit dalam / jantung, mata, anestesi dan anak.

Perawatan pada serangan kejang : di kamar isolasi yang cukup terang / ICU

Pengobatan Obstetrik (1,2)
____________________

1. Sikap dasar : Semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri dengan tanpa
memandang umur kehamilan dan keadaan janin.
2. Bilamana diakhiri, sikap dasar : Kehamilan diakhiri bila sudah terjadi stabilisasi
(pemulihan) hemodinamik dan metabolisme ibu. Stabilisasi ibu dicapai dalam 4-
8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan dibawah :
- Setelah pemberian obat anti kejang terakhir.
- Setelah kejang terakhir
- Setelah pemberian obat-obat antihipertensi terakhir
- Penderita mulai sadar (responsif dan orientasi)

Terminasi Kehamilan (4)
___________________

1. Apabila pada pemeriksaan, syarat-syarat untuk mengakhiri persalinan per
vaginam dipenuhi maka persalinan tindakan dengan trauma yang minimal.
2. Apabila penderita sudah inpartu pada fase aktif, langsung dilakukan amniotomi
lalu diikuti partograf. Bila ada kemacetan dilakukan seksio sesar.
3. Tindakan seksio sesar dilakukan pada keadaan :
- Penderita belum inpartu
- Fase laten
- Gawat janin
Tindakan seksio sesar dikerjakan dengan mempertimbangkan keadaan atau
kondisi ibu.

Daftar Pustaka
______________

1. Salgas Gestosis POGI. Panduan Pengelolaan Hipertensi dalam Kehamilan di
Indonesia. Ed. 1985.
2. POGI. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi Bag. 1. Cet. ke-2.
Jakarta : Gaya baru. 1994. 1-8.
3. Fields DH. Gestationally Induced Hypertention. In : Barber HRK, Fields DH,
Kaufman SA, eds. Quick Deference to Obgyn Procedure. Philadelphia : AB
Lippincoti Company. 1990 : 166-173.
4. Abadi A, Sukaputra B. Waspodo D, Djuarsa E, Gumilar E, Uktolsea F, dkk.
Pedoman Diagnosis dan Terapi RSUD Dr. Soetomo, 1994. Laboratorium / UPF
Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga, Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soetomo Surabaya.
5. Handaya. Penanganan Pre Eklampsia Berat / Eklampsia. Dibacakan pada seminar
dan lokakarya Penanganan Pre Eklampsia dan Eklampsia Berat. Bagian Obstetri
dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta. Januari 1993.
6. Bhalla AK, Dhall 61, Dhall K. A Safer and More Effective Treatment Regimen for
Eclampsia. Aust NZ J Obstet Gynecol 1994 : 34; z : 144-148.
7. Sombolinggi A. Pengobatan Pre Eklampsia Berat / Eklampsia dengan Magnesium
Sulfat dan Diazepam pada Beberapa Rumah Sakit Bersalin di Ujung Pandang.
Skripsi Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin Ujung Pandang. 1992.
8. Bakri S. Hipertensi pada Wanita Hamil. Dibacakan pada Simposium Penanganan
Pre Eklampsia dan Eklampsia, Ujung Pandang, Desember 1996.
9. Gant NF, Cunningham FG. Basic Gynecology and Obstetrics. Connecticut Appleton
and Lange, 1993. 426-431.


Sumber :

Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi, dr. I.M.S. Murah Manoe, Sp.OG., dr. Syahrul Rauf, Sp.OG., dr. Hendrie Usmany, Sp.OG. (editors). Bagian / SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Rumah Sakit Umum Pusat, dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar, 1999.

Readmore »»

MOLA HIDATIDOSA

Pengertian
__________

Mola hidatidosa adalah penyakit yang berasal dari kelainan pertumbuhan trofoblas plasenta atau calon plasenta dan disertai dengan degenerasi kistik villi dan perubahan hidropik. (1,2)

Patofisiologi
____________

Teori terjadinya penyakit trofoblas ada 2, yaitu teori missed abortion dan teori neoplasma dari Park.

Teori missed abortion menyatakan bahwa mudigah mati pada kehamilan 3-5 minggu (missed abortion) karena itu terjadi gangguan peredarah darah sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung.

Teori neoplasma dari Park menyatakan bahwa yang abnormal adalah sel-sel trofoblas dan juga fungsinya dimana terjadi resorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian mudigah.

Gejala Klinik (1,2,3)
____________

Gejala klinik pasien mola hidatidosa :
- Adanya tanda-tanda kehamilan disertai pperdarahan. Perdarahan ini bisa
intermitten, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak sehingga menyebabkan syok
atau kematian. Karena perdarahan ini maka umumnya penderita mola hidatidosa
masuk rumah sakit dalam keadaan anemia.

- Hiperemesis gravidarum.
- Tanda-tanda pre eklampsia pada trimesteer I.
- Tanda-tanda tirotoksikosis.
- Kista lutein unilateral / bilateral.
- Umumnya uterus lebih besar dari usia keehamilan.
- Tidak dirasakan adanya tanda-tanda geraakan janin, balotemen negatif kecuali pada mola parsial.

Pemeriksaan Penunjang (1,2,3)
_______________________

Pemeriksaan penunjang mola hidatidosa :
- Foto toraks
- HCG urin atau serum
- USG
- Uji sonde menurut Hanifa. Tandanya yaittu sonde yang dimasukkan tanpa tahanan
dan dapat diputar 360 derajat dengan deviasi sonde kurang dari 10 derajat.
- T3 & T4 bila ada gejala tirotoksikosis..

Penanganan
____________

Terapi mola hidatidosa ada 3 tahapan yaitu :
1. Perbaikan keadaan umum (4,5)
2. Pengeluaran jaringan mola dengan cara kuretase dan histerektomi
3. Pemeriksaan tindak lanjut (1,3)

Perbaikan Keadaan Umum (4,5)
------------------------------

Perbaikan keadaan umum pada pasien mola hidatidosa, yaitu :
- Koreksi dehidrasi
- Transfusi darah bila ada anemia (Hb 8 ggr% atau kurang)
- Bila ada gejala pre eklampsia dan hiperremesis gravidarum, diobati sesuai dengan
protokol penanganan di bagian obstetri & ginekologi fakultas kedokteran UNHAS
- Bila ada gejala-gejala tirotoksikosis, dikonsul ke bagian penyakit dalam.

Kuretase (3,5)
----------

Kuretase pada pasien mola hidatidosa : (3,5)
- Dilakukan setelah pemeriksaan persiapann selesai (pemeriksaan darah rutin, kadar
beta HCG dan foto toraks) kecuali bila jaringan mola sudah keluar spontan.
- Bila kanalis servikalis belum terbuka mmaka dilakukan pemasangan laminaria dan
kuretase dilakukan 24 jam kemudian.
- Sebelum melakukan kuretase, sediakan daarah 500 cc dan pasang infus dengan
tetesan oksitosin 10 IU dalam 500 cc dektrose 5%.
- Kuretase dilakukan 2 kali dengan intervval minimal 1 minggu.
- Seluruh jaringan hasil kerokan dikirim ke laboratorium PA.

Histerektomi (1,2,6)
---------------

Syarat melakukan histerektomi adalah :
- umur ibu 35 tahun atau lebih.
- Sudah memiliki anak hidup 3 orang atau lebih.


Pemeriksaan Tindak Lanjut (1,3)
-------------------------------

Pemeriksaan tindak lanjut pada pasien mola hidatidosa meliputi :
- Lama pengawasan 1-2 tahun.
- Selama pengawasan, pasien dianjurkan unntuk memakai kontrasepsi kondom, pil
kombinasi atau diafragma. Pemeriksaan fisik dilakukan setiap kali pasien datang
untuk kontrol.
- Pemeriksaan kadar beta HCG dilakukan seetiap minggu sampai ditemukan
kadarnya yang normal 3 kali berturut-turut.
- Setelah itu pemeriksaan dilanjutkan settiap bulan sampai ditemukan kadarnya
yang normal 6 kali berturut-turut.
- Bila telah terjadi remisi spontan (kadaar beta HCG, pemeriksaan fisik, dan foto
toraks semuanya normal) setelah 1 tahun maka pasien tersebut dapat berhenti
menggunakan kontrasepsi dan dapat hamil kembali.
- Bila selama masa observasi, kadar beta HCG tetap atau meningkat dan pada
pemeriksaan foto toraks ditemukan adanya tanda-tanda metastasis maka pasien
harus dievaluasi dan dimulai pemberian kemoterapi.

Komplikasi (1,2)
__________

Komplikasi mola hidatidosa meliputi :
- Perdarahan hebat
- Anemis
- Syok
- Infeksi
- Perforasi uterus
- Keganasan (PTG)

Perawatan
__________

Lama perawatan pasien mola hidatidosa sekitar 7 hari apabila tidak ada komplikasi berat.

Daftar Pustaka
______________

1. Martaadisoebrata. Penyakit serta Kelainan Plasenta dan Selaput Janin dalam
Wiknyosastro Saifuddin AB, Rachimhadhi T, eds. Ilmu Kebidanan. Ed. III.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. 1991. 339-354.
2. Pengurus Besar POGI. Standar Pelayanan Medik Obstetri & Ginekologi. Bag. 1.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI 1995. 41-45.
3. Disaia PJ, Creasman WT, Gestational Trophoblastic Neoplasia. in : Clinical
Gynecology Oncology 4th ed. Missouri : Mosby Year Book. 1993. 210-237.
4. Cunningham F, Mac. Donald PC, Gant NF. Disease and Abnormalities of the
Placenta and Fetal Membranes. in : William's Obstetrics 18th ed. Connecticut :
Appleton & Lange. 1989. 540-553.
5. Martaadisoebrata. Epidemiologi & Perkembangan Penanggulangan Penyakit
Trofoblas. Bandung : Kanwil Depkes Jawa Barat, Yayasan Kanker Indonesia.
1987. 11-40.
6. Budi A., Muin A., Lukas E., Djuanna A. Penatalaksanaan Penyakit Trofoblas
Kehamilan. Makassar : Bagian Obstetri & Ginekologi FKUH UP. 1995.



Sumber :

Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi, dr. I.M.S. Murah Manoe, Sp.OG., dr. Syahrul Rauf, Sp.OG., dr. Hendrie Usmany, Sp.OG. (editors). Bagian / SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Rumah Sakit Umum Pusat, dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar, 1999.

Readmore »»